TAHAPAN-TAHAPAN PERNIKAHAN ISLAMI
Alam ajaran Islam, tahapan di dalam merajut benang pernikahan ada 3, yaitu :
1. Nazhor (Melihat Calon Isteri)
Islam mensyariatkan bagi seorang pria yang hendak menikah, agar melihat wanita yang diidamkannya. Proses nazhor ini dikemas dalam proses bernama ta’aruf yaitu tahap perkenalan atau saling mengenal satu sama lain.
Sebagaimana disebutkan dalam Hadist Riwayat abu Dawud “Apabila salah seorang diantara kamu ingin melamar wanita, maka jika bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya menikahinya, maka lakukanlah.”
Melihat wanita yang akan dilamar adalah suatu hal yang penting yang telah dijelaskan oleh syariat. Bahkan al- Imam al-A’masy t mengatakan : “Setiap pernikahan yang terlaksana tanpa adanya nazhor (melihat), maka pernikahan itu akan diakhiri dengan derita dan duka.” Melihat wanita yang hendak dinikahi merupakan kebaikan bagi kedua belah fihak. Mata adalah utusan hati yang bertugas menyampaikan semua informasi yang dilihatnya. Jika hatinya tenang dan tetap menyukai wanita yang dilihatnya maka ia bisa lebih memantapkan dirinya untuk menjadikan wanita itu sebagai pasangan hidupnya. Sementara jika hatinya dipenuhi keraguan dan kemauannya melemah kemudian dia membatalkan pernikahannya, maka yang demikian ini lebih baik bagi si pria dan si wanita. Karena membatalkan perjalanan saat hendak memulai adalah lebih baik daripada membatalkan perjalanan di tengah perjalanan. Demikian pula seorang wanita boleh melihat pria yang bermaksud menikahinya. Apabila ia cocok dan menyukainya, maka ia boleh menerimanya dan apabila ia tidak menyukainya, maka ia boleh menolaknya.
2. Khitbah (melamar atau meminang)
Setelah nazhor dan merasa cocok dengan wanita yang dilihatnya, maka hendaklah seorang pria maju melamar kepada walinya. Tidak boleh pria tersebut melamar langsung kepada wanita tersebut, ataupun kepada keluarga-keluarga lainnya padahal wali utama (bapak) wanita tersebut ada.
Di dalam melamar, seorang pria harus tahu bahwa wanita yang hendak dilamarnya belum dilamar oleh pria lain,karena melamar wanita yang telah dilamar pria lain adalah haram hukumnya, sebagaimana sabda nabi _ : “Tidak halal seorang mukmin meminang wanita yang telah dipinang saudaranya hingga dia meninggalkannya” (HR Muslim)
Penting untuk diketahui oleh para pria yang hendak melamar wanita agar berterus terang. Bagi pria hendaknya ia menerangkan dirinya dengan benar dan jujur tanpa berlebih-lebihan atau menyembunyikan sesuatu. Dan bagi wali si wanita, hendaknya ia menerangkan kepada pria tentang keadaan puterinya dari segala segi. Karena sesungguhnya setiap sesuatu akan menjadi jelas pada masa-masa mendatang bagi kedua belah fihak tentang segala sesuatu yang ditutupi atau dilebih-lebihkannya dan akibat buruk akan dialami oleh suami isteri apabila tidak diawali dengan kejujuran dan keterusterangan.
Pada saat melamar, tidak diperkenankan berkholwat (berduaan) dengan calon isteri sebelum resmi menikah kecuali apabila disertai mahramnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi _ : “Janganlah sekali-kali seorang dari kamu berkholwat dengan seorang wanita. Karena pasti setan akan menjadi pihak ketiganya.” (HR Tirmidzi).
3. Nikah
Inilah hari yang ditunggu-tunggu dan hari yang bersejarah di dalam kehidupan anak Adam. Hari yang akan menjadikan halalnya hubungan dua anak adam yang sebelumnya haram. Hari yang akan menentukan hari-hari berikutnya bagi sepasang anak Adam di dalam menempuh bahtera baru.
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Alloh akan memampukan mereka dengan karuniaNya. Dan Alloh Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui." (An-Nur : 32)
RUKUN AKAD NIKAH
Rukun akad nikah ada 3, yaitu :
1. Suami. Disyaratkan suami itu bukan mahram dan haruslah muslim. Laki-laki kafir atau non muslim haram menikah dengan wanita muslimah. Apabila tetap dilangsungkan, maka pernikahannya batal dan hukum pergaulan diantara mereka sama dengan zina.
2. Isteri. Disyaratkan isteri haruslah bukan mahram dan tidak ada pencegah seperti sedang dalam masa ‘iddah atau selainnya. Iddah adalah waktu yang direntangkan apabila calon isteri baru bercerai dari suaminya dan dipastikan 2 kali mengalami masa menstruasi.
3. Ijab Qobul (Serah Terima). Ijab adalah ungkapan pertama kali yang diucapkan wali wanita dan Qobul adalah ungkapan penerimaan yang diucapkan oleh calon suami. Ijab qobul boleh dilakukan dengan bahasa, ucapan dan ungkapan apa saja yang tujuannya diketahui untuk menikah.
SYARAT SAHNYA NIKAH
Syarat-syarat sahnya nikah ada 4, yang apabila tidak terpenuhi salah satu darinya maka pernikahannya menjadi tidak sah. Yaitu :
1. Menyebut secara spesifik (ta’yin) nama mempelai. Tidak boleh seorang wali hanya mengatakan, “saya nikahkan kamu dengan puteri saya” tanpa menyebut namanya sedangkan puterinya lebih dari satu.
2. Kerelaan dua calon mempelai. Dengan demikian tidak sah pernikahan yang dilangsungkan karena paksaan dan tanpa meminta persetujuan dari calon mempelai.
Sebagaimana sabda Nabi _: “Seorang gadis tidak boleh dinikahkan sehingga diminta persetujuannya” (HR Bukhari & Muslim)
3. Wali bagi mempelai wanita, sebagaimana dalam sabda Nabi _ : “Tidak sah pernikahan kecuali dengan adanya wali” (HR. Abu Dawud). Yang menjadi wali bagi seorang wanita adalah ayahnya, kemudian kakek dari ayah dan seterusnya ke atas; kemudian anak lelakinya dan seterusnya ke bawah; Kemudian saudara kandung pria, saudara pria ayah dan seterusnya sebagaimana dalam hal warisan. Apabila seorang wanita tidak memiliki wali, maka sulthan (penguasa) yang menjadi walinya.
4. Dua orang saksi yang adil, beragama Islam dan laki-laki.
Sebagaimana sabda Nabi _ : “Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil " (HR. Al-Baihaqi)
KHUTBAH NIKAH
Dianjurkan agar disampaikan khutbah nikah menjelang akad nikah, yang demikian ini adalah termasuk sunnah Nabi _ yang mulia. Lafal khutbah nikah adalah sebagai berikut :
“Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah. Kami memuji-Nya, memohon per-tolongan dan ampunan-Nya, serta kami berlindung kepada Alloh dari kejahatan diri kami dan keburukan amal usaha kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang disesatkan oleh
Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS. Ali ‘Imran: 102).
“Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An Nisaa’: 1)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS.
Al-Ahzab: 70-71).
MAHAR (MAS KAWIN)
Termasuk keutamaan agama Islam di dalam melindungi dan memuliakan kaum wanita adalah dengan memberikan hak yang dipintanya berupa
mahar kawin. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
"Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan" (QS. An-Nisaa : 4) Sesungguhnya tidak ada batasan minimum ataupun maksimum untuk jumlah mahar. Namun sebaik-baik mahar adalah yang ringan dan tidak memberatkan sebagai-mana sabda Nabi _ : "Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya" (HR. Ahmad, Al Hakim dan Al Baihaqi). Islam membenci mahar yang berlebihan, dan perkara ini termasuk perkara jahiliyah yang akan membawa keburukan bagi kehidupan manusia. Mahar dapat berupa materi maupun non materi. Mahar berupa materi dapat berbentuk uang, barang, harta ataupun lainnya. Mahar berupa non materi dapat berupa jasa, semisal mengajarkan isteri membaca al-Qur’an, mengajarkan Islam, menghafal al-Qur’an atau yang semisalnya.
Mahar boleh diberikan secara langsung (tunai) atau dengan menunda sebagian atau seluruhnya. Menyebutkan mahar pada saat ijab qobul adalah sunnah tidak wajib, namun menyebutkannya lebih utama.
WALIMATUL ‘URSY (RESEPSI PERKAWINAN)
Walimatul ursy menurut pendapat mayoritas ulama adalah sunnah hukumnya. Namun sebagian lainnya menyatakan hukumnya wajib, berdasarkan sabda Nabi _ kepada ‘Abdurahman bin ‘Aufrahimahullahu : “Adakanlah walimah walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing.” (HR Bukhari & Muslim).
ADAB-ADAB (ETIKA) MENYELENGGARAKAN WALIMAH
Di dalam menyelenggarakan walimah perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Walimah hendaknya dilaksanakan setelah pasangan suami istri sah terbentuk.
2. Dalam walimah hendaknya diundang orang-orang yang shalih, baik yang miskin maupun yang kaya. Tidak boleh hanya mengundang orang yang kaya saja, sebagaimana sabda Nabi _ : “Seburuk-buruk makanan adalah hidangan walimah yang orang-orang kaya diundang namun orang miskin tidak diundang.” (HR Muslim).
3. Walimah hendaknya dilaksanakan dengan sekurangkurangnya menyem-belih seekor kambing, boleh juga lebih apabila ada keluasan rezeki. Apabila tidak mampu, maka boleh dengan lainnya menurut kadar kemampuan-nya. Boleh pula mengadakan walimah tanpa hidangan daging, sebagaimana pernikahan Rasulullah _ dengan Shofiyah x yang hanya menyediakan makanan dari tepung, mentega dan keju yang dicampur.
4. Boleh bernyanyi dan menabuh rebana di dalam acara pernikahan yang dilakukan oleh kaum wanita di hadapan wanita. “Pemisah antara acara yang halal dengan yang haram adalah suara rebana.” (HR. Al-Hakim). Jadi yang diperbolehkan hanyalah suara rebana bukan musikmusik lainnya.
5. Mengumumkan acara pernikahan, sebagaimana dalam sabda Nabi _ : “Umumkanlah pernikahan!” (HR. Ibnu Hibban)
BAB III
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Fillah, Salim. 2007. Baarakallahu Laka: Bahagianya Merayakan Cinta. Yogyakarta: Pro U Media
Pratama, Rachdie. 2006. Bagaimana Merajut benang Pernikahan Islami. Cinere: Ummusalma Wordpress
Taufiq, Nashir. 2001. Saat Anda Meminang. Jakarta: Pustaka Azzam
Shalih, Fuad. 2005. Untukmu Yang Akan Menikah & Telah Menikah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar